Site icon

Kembalinya Gaya Retro: Mengapa Estetika Tahun 90-an Kembali Digilai Gen Z?

Dunia fashion selalu berputar seperti roda raksasa yang tidak pernah berhenti. Gaya yang dulu dianggap kuno oleh satu generasi, sering kali menjadi harta karun bagi generasi berikutnya. Saat ini, kita sedang menyaksikan fenomena luar biasa di mana estetika tahun 90-an kembali menguasai panggung utama. Mulai dari panggung runway di Paris hingga gaya jalanan di Jakarta, nuansa retro sedang berada di puncaknya. Gen Z (Generasi Z) menjadi penggerak utama sekaligus kurator di balik populernya kembali tren ini di era digital.

Pemandangan di media sosial kini penuh dengan baju berukuran besar atau oversized. Celana baggy yang longgar dan warna-warna neon yang mencolok kembali terlihat menghiasi trotoar kota besar. Fenomena ini bukan sekadar soal pakaian atau kain semata. Ini adalah bentuk kerinduan kolektif pada masa sebelum teknologi digital mendominasi setiap aspek kehidupan manusia. Bagi banyak anak muda, tahun 90-an mewakili sebuah era yang jujur, berani, dan penuh dengan karakter yang unik.

Pesona Nostalgia di Era Digital yang Serba Cepat

Tahun 90-an memiliki karakter visual yang sangat kuat dan mudah dikenali. Gaya berpakaian saat itu terasa lebih berani, eksperimental, dan menawarkan kebebasan ekspresi yang luas. Gen Z, yang tumbuh di dunia yang serba teratur dan minimalis, mulai merasa jenuh dengan estetika “clean” yang terlalu rapi. Mereka mencari sesuatu yang terasa lebih otentik, sedikit berantakan, dan memiliki cerita di baliknya.

Media sosial seperti TikTok dan Instagram mempercepat penyebaran tren ini secara masif. Banyak kreator konten membuat panduan tentang cara padu padan baju retro agar terlihat modern. Kamera analog dengan hasil foto yang sedikit buram juga sangat mendukung tren estetika tersebut. Hal ini menciptakan sebuah kesan gaya hidup yang santai, mentah, namun tetap terlihat sangat keren secara visual. Rasa haus akan orisinalitas inilah yang membuat barang-barang peninggalan tahun 90-an kembali diburu.

Pengaruh Ikon Pop Kultur dan Reinkarnasi Gaya Selebriti

Banyak artis dan musisi papan atas saat ini terang-terangan meniru gaya ikon pop kultur masa lalu. Penggunaan bucket hat, kacamata hitam berbingkai kecil, hingga kalung choker kembali marak ditemukan. Serial televisi lama seperti Friends atau The Fresh Prince of Bel-Air menjadi inspirasi utama bagi para remaja dalam memilih pakaian. Mereka melihat gaya tersebut sebagai simbol kepercayaan diri yang artistik dan tidak membosankan.

Budaya musik grunge yang dipopulerkan oleh band seperti Nirvana turut memberikan pengaruh besar pada gaya berpakaian. Jaket varsity yang tebal dan sepatu sneaker dengan sol tebal (chunky shoes) kini menjadi barang wajib punya bagi kolektor fashion. Gen Z dengan cerdas mencampur gaya lama ini dengan sentuhan modern yang lebih personal. Hasilnya adalah sebuah penampilan yang terlihat segar secara desain namun tetap mempertahankan jiwa klasiknya.

Kesadaran akan Fashion Berkelanjutan dan Etika Belanja

Salah satu faktor terkuat di balik tren ini adalah kesadaran Gen Z terhadap isu lingkungan global. Mereka mulai memahami bahwa industri fast fashion memberikan dampak buruk bagi ekosistem bumi. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk membeli baju bekas melalui aktivitas thrifting. Pakaian dari era 90-an sering ditemukan di toko-toko barang antik dengan kualitas jahitan yang jauh lebih kuat.

Membeli baju bekas juga menjadi cara bagi mereka untuk tampil beda dari orang lain. Mereka tidak ingin memakai baju yang diproduksi massal dan dimiliki oleh ribuan orang lainnya. Fashion retro memberikan kesempatan emas untuk mengekspresikan jati diri yang unik secara visual. Gaya ini dianggap jauh lebih ramah lingkungan karena memperpanjang usia pakai sebuah pakaian. Dengan memakai baju retro, mereka merasa telah berkontribusi dalam mengurangi limbah tekstil dunia.

Mengapa Kenyamanan Menjadi Prioritas Utama?

Setelah melewati masa pandemi yang panjang, cara pandang orang terhadap pakaian telah berubah total. Kenyamanan kini menjadi prioritas utama di atas segalanya dalam memilih busana harian. Gaya 90-an yang identik dengan potongan longgar sangat sesuai dengan kebutuhan akan kenyamanan ini. Celana cargo yang memiliki banyak saku memberikan fungsi praktis sekaligus tampilan yang tangguh bagi pemakainya.

Gen Z menolak aturan fashion yang kaku dan menyiksa tubuh demi sebuah penampilan. Mereka lebih menyukai baju yang memberikan ruang gerak luas untuk beraktivitas sepanjang hari. Tren athleisure atau gaya olahraga yang santai juga merupakan turunan dari estetika tahun 90-an. Memakai hoodie besar dengan celana pendek kini dianggap sangat modis untuk berbagai kesempatan sosial.

Teknologi dan Kembalinya Aksesori Ikonik

Selain pakaian, aksesori dari era 90-an juga mengalami kebangkitan yang sangat signifikan. Tas bahu kecil atau baguette bag kini kembali terlihat digantungkan di pundak para pecinta fashion. Headphone berukuran besar dengan kabel atau desain retro sering digunakan sebagai pelengkap gaya jalanan yang modis. Teknologi masa lalu dipandang sebagai barang antik yang memberikan nilai tambah pada keseluruhan penampilan seseorang.

Penggunaan jepit rambut besar (claws clips) dan ikat rambut kain (scrunchies) juga kembali mendominasi tren kecantikan. Aksesori ini memberikan kesan feminin namun tetap kasual dan tidak berlebihan. Gen Z sangat piawai dalam menggabungkan teknologi modern seperti smartphone terbaru dengan aksesori fisik yang terlihat kuno. Perpaduan ini menciptakan sebuah gaya yang disebut sebagai “Retro-Futurism”.

Tantangan bagi Brand Fashion Lokal dan Global

Melihat tren yang begitu kuat, banyak brand fashion mulai memutar otak untuk tetap relevan. Mereka mulai merilis kembali koleksi-koleksi lama mereka dari arsip tahun 90-an ke pasar modern. Brand lokal Indonesia pun tidak mau ketinggalan dengan merilis kaos grafis bertema vintage. Persaingan kini bukan lagi soal siapa yang paling baru, melainkan siapa yang paling mampu menangkap jiwa masa lalu.

Namun, brand juga harus berhati-hati agar tidak sekadar menjiplak tanpa memberikan nilai tambah. Konsumen Gen Z sangat cerdas dalam membedakan mana produk yang dibuat dengan riset mendalam dan mana yang hanya ikut-ikutan tren. Keaslian narasi di balik sebuah produk menjadi faktor penentu apakah produk tersebut akan laku di pasaran. Desain yang memiliki keterikatan emosional dengan masa lalu biasanya akan memenangkan hati para pembeli.

Kesimpulan: Masa Depan Fashion yang Menghargai Masa Lalu

Gaya 90-an adalah simbol kebebasan dan keberanian bagi generasi baru yang sedang mencari identitas. Mereka menemukan kenyamanan fisik dan mental dalam potongan baju yang longgar serta warna yang ekspresif. Estetika retro telah berhasil menghubungkan dua masa yang berbeda menjadi satu harmoni gaya yang indah. Tren ini diprediksi akan terus berevolusi dan bertahan cukup lama di dunia fashion global.

Fenomena ini membuktikan bahwa sebuah mahakarya fashion tidak pernah benar-benar mati atau terlupakan. Sesuatu yang dianggap lama selalu memiliki potensi untuk menjadi tren baru di tangan generasi yang kreatif. Eksperimen gaya akan terus berkembang tanpa batas seiring berjalannya waktu dan teknologi. Pada akhirnya, masa depan fashion dunia justru sering kali ditemukan di dalam peti kemas sejarah masa lalu kita sendiri.

Exit mobile version